Kurang Piknik Bukan Penghalang Untuk Berprestasi

“Kif… Kifah….” suara itu terdengar begitu mengganggu. Namun gadis yang tengah duduk ditemani sebuah buku berbahasa jepang itu tak banyak menanggapi. Hanya seutas senyum simpul yang terukir di wajahnya.

“Mbak Akiif…” panggilan itu muncul dua kali. Gadis itu menoleh ke arah suara yang menyebut namanya.

“Ada apa akhwati[1]?” jawabnya singkat.

“Foto-foto sama kita yuk! Sekali-s ekali selfie biar boyish dikit” bujuk salah seorang diantara mereka.

“Wah, ini aku lagi belajar bacaan kanji” jawab gadis yang dipanggil Akifah itu, sembari tetap melukis senyum.

“Ajib2 ta’allum3…. hati-hati lho, sedikit belajar, sedikit lupa. Banyak belajar banyak lupa, tidak belajar tidak lupa.. hehe” canda salah seorang temannya.

“Ada-ada aja deh… gimana nggak lupa, nggak ada yang dipelajari” jawab Akifah.

_________________________________________________________________________

Sebut saja Akifah. Perempuan berkelahiran Sidoarjo, 01 November 1997 ini tengah menjalani pendidikannya di bangku Aliyah kelas XI IPS. Hobinya membaca dan menulis cerpen membuatnya bercita-cita menjadi seorang penulis hebat. Termotivasi oleh penulis hebat GS. Prie yang telah mengarang novel ‘More Than Love’ yang membuatnya semakin ingin berbagi pelajaran hidup melalui tulisannya. Dua kata motivasi yang telah melekat dalam hatinya adalah “PD Pangkal Kesuksesan” dan “Jika kamu bukan anak bangsawan atau anak terhormat lainnya, maka jadilah penulis “ (Imam Al-Ghazali) berpengaruh dalam perjalanan hidupnya dan mengantarkannya menjadi seperti sekarang ini.

Tapi ternyata, bukan hanya penulis cita-citanya. Gadis 17 tahun yang akrab disapa Mbak Akif oleh teman sebayanya ini, bercita-cita menjadi guru besar yang mahir dalam tiga bahasa yang kini tengah digelutinya yaitu Arab, Inggris, dan Jepang. Meski bermukim di pondok pesantren selama kurang lebih lima tahun, gadis yang dapat dikatakan kurang piknik dan selfi ini membuktikan kesungguhannya dalam mempelajari bahasa ketika meraih juara dua dalam Lomba Cerdas Cermat Bahasa Jepang yang diadakan oleh Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya pada tahun 2012.

Prestasi ini pula, yang menjadikan bahasa sebagai pelajaran favoritnya selain Nahwu, Shorof, dan Matematika. Kecintaannya pada Nahwu-Shorof mendorongnya untuk terus mendalami demi bisa memahami kalimat-kalimat arab dalam Al-quran dan kitab-kitab kuning sebagai sumber hukum Islam. Kecintaannya pula yang membawa gadis bernama lengkap Alimatul Akifah ini, mendapat predikat juara dua lomba Tafsir Jalalain se-Kabupaten Sidoarjo tahun 2014.

Jika ditanya, apakah teman-temannya kagum? Sudah pasti iya jawabannya. Tak sedikit adik kelasnya, bahkan teman sebayanya yang menjadikan gadis pecinta dunia tulis menulis ini sebagai motivator bagi mereka. Meski tak jarang pula Akifah menelan kata-kata sinis dari orang-orang yang tak menyukainya. Gadis sederhana ini menyadari, bahwa pada hakikatnya menghormati orang yang lebih pintar dan mulia dari kita itu sudah biasa, tapi menghormati orang biasa itu sangat butuh pembiasaan yang Luar biasa.

Bukan hanya masalah keilmuan, keaktifan Akifah dalam berorganisasi tak dapat dianggap sebelah mata. Antusiasmenya dalam bersosialisasi mengantarkanya menjadi Ketua Pondok Pesantren Putri Banu Hasyim I, Waru sekaligus Ketua Organisasi Pramuka di tempat yang sama. Sebelumnya, santri berprestasi ini juga pernah menjabat sebagai Sekretaris pada Badan Eksekutif Siswi atau OSIS di MA Banu Hasyim.

Himmah besar seorang Alimatul Akifah tak lain untuk bisa membahagiakan bapaknya M. Yunus, ibunya Maslahah (Almh), kakak-kakaknya M. Asyrofi dan Nur Ilma Sari yang terus menerus tanpa lelah menyemangatinya dalam mengubah hidup agar lebih baik. Dan tak lupa teman-temannya El-Rumy XI IPS dan sahabat terbaiknya Ulin Badru Muhayyah yang setia menemani langkahnya dalam tujuh tahun ini. Tujuan yang mulia pula yang terus menjadikannya sosok yang tegar dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.

[1] Panggilan untuk saudara(pr)

2 Tumben(Arab/red)

3 Belajar(Arab/red)