PURNAMA JATIPURWO

10712983_1594965127399895_3915535417741004218_nAl ‘Arifubillah Almaghfurlah KH. Muhammad Utsman Al Ishaqi dilahirkan di Surabaya pada bulan Jumadil Akhir 1334 H, setelah 16 bulan berada dalam rahim ibundanya. Dikisahkan sejak kecil Kyai Utsman sdh memiliki banyak keistimewaan diantaranya beliau selalu tdk ada di rumah setelah maghrib dan baru pulang setelah jam 11 malam dgn badan yg penuh lumpur. Ternyata setelah diselidiki, beliau berada di sungai didekap oleh seekor buaya putih.

Setiap malam Kyai Utsman selalu tidur di surau bersama kakek beliau Kyai Abdullah, selain kakek beliau tdk ada yg berani mendampingi beliau tidur, karena dari mata Kyai Utsman memancarkan sinar terang seakan-akan mau menembus langit.

Ketika berumur 6 sampai 7 tahun, pada suatu malam nampak banyak bintang-bintang turun dari langit seraya memancarkan sinarnya ke dekapan beliau. Sejak Kyai Utsman berumur 4 tahun, setiap jam 3 malam beliau keluar rumah menuju Masjid Jami’ Sunan Ampel Surabaya diantar kakak beliau Nyai Khodijah utk membaca tarhim. Setiap beliau sampai di pintu gerbang masjid, beliau selalu disambut oleh banyak anak-anak kecil memakai kopiah putih, dan setelah beliau sampai di masjid anak-anak kecil tersebut hilang entah kemana dan baru muncul kembali sewaktu beliau pulang dari masjid sekitar jam 7 pagi utk mengantarkan beliau ke pintu gerbang dan setelah itu kembali menghilang.

Ketika berumur 13 tahun, Kyai Utman mulai mengalami kasyaf dgn mampu melihat Ka’bah di Makkah secara jelas dari tempatnya berdiri. Bahkan kemudian Kyai Utsman mampu melihat perwujudan manusia menurut amalannya, ada yg berwujud anjing, babi, kera dsbnya.

Kyai Utsman menghabiskan masa kecilnya utk mengaji kpd banyak ulama di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Pesantren pertama yg disinggahinya adalah pesantren yg diasuh oleh Kyai Khozin Siwalan Panji. Tdk lama kemudian Kyai Utsman pindah ke pesantren yg diasuh oleh Kyai Munir Jambu Madura, selanjutnya beliau mondok di Pesantren Tebu Ireng asuhan Hadhratussyekh KH. Hasyim Asy’ari dan akhirnya Kyai Utsman memantapkan hatinya utk memperdalam ilmunya kpd KH. Romli Tamim Rejoso Peterongan.

Ketika Kyai Utsman menjadi santri di pesantren Rejoso, beliau sering dikunjungi oleh Nabi Khidir as, sehingga beliau melaporkan hal ini kpd Kyai Romli dan dijawab oleh Kyai Romli, “Mengapa tdk kau minta datang kemari Utsman.”

Kyai Utsman pernah bermimpi berjumpa KH. Hasyim Asy’ari, dan Kyai Hasyim berpamitan kpd beliau dgn mengatakan, “Saya duluan ya Utsman.” Dan keesokan harinya Kyai Utsman mendapat kabar kalau Kyai Hasyim meninggal dunia.
Pada suatu hari, Kyai Utsman dipanggil menghadap Kyai Romli pada jam 2 malam utk di bai’at menjadi mursyid Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Pada saat itu Kyai Utsman berkata, “Tidak kuat Kyai.” Tetapi Kyai Romli tetap melaksanakan niatnya itu atas perintah ALLAH, kemudian beliau mengusapkan tangannya diatas kepala Kyai Utsman, seketika itu pula Kyai Utsman jatuh pingsan dan langsung jadzab.

Selama satu minggu Kyai Utsman mengalami jadzab, tdk makan, tdk minum, tdk tidur, tdk buang air besar dan air kecil serta tdk sholat. Wajah Kyai Utsman menjadi indah sekali bagaikan bulan purnama, tdk seorangpun berani menatap wajah indah Kyai Utsman yg penuh kharisma itu. Setelah satu minggu mengalami jadzab, Kyai Utsman berkata kpd Kyai Hasyim Bawean, “Nanti malam akan banyak sekali tamu-tamu yg datang, tdk perlu suguhan makanan atau minuman.” Maka pada jam 8 malam, Kyai Utsman sdh siap menerima tamu dikamarnya, tdk lama kemudian sambil menghadap pintu beliau mengucapkan, “Wa ‘alaikumussalaam, wa ‘alaikumussalaam…” selama kurang lebih 5 menit dan nampak Kyai Utsman seperti menjabat tangan banyak orang sambil tertunduk takdzim.

“Mulai hari ini, saya ditetapkan sebagai mursyid langsung oleh Syekh Abdul Qodir Jailani dan Nabiyullah Khidir serta oleh para Masyayikh Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Dan sejak sekarang saya di idzinkan utk membai’at,” kata Kyai Utsman sambil menyerahkan sepucuk kertas kpd Kyai Hasyim Bawean. Dan ketika itulah Kyai Hasyim Bawean bergegas ke ndalem Kyai Romli utk mengantarkan sepucuk kertas tadi. Dan Kyai Romli menemuinya di luar rumah seraya berkata, “Ada apa? Ada apa? Ada apa?” Ketika Kyai Romli membaca sepucuk kertas itu spontan beliau berkata, “Alhamdulillah, sekarang saya punya murid yg bisa menggantikan saya.”

Kyai Utsman sangat dicintai oleh para habaib dan ulama besar dizamannya, diantaranya Hb. Abu Bakar b. Muhammad Assegaf, Hb. Abdul Qadir b. Ahmad Bilfaqih, Hb. Ali b. Abdurrahman Al Habsyi, Hb. Ali b. Husein Alatas dan Hb. Salim b. Ahmad b. Jindan.

Pada suatu hari Kyai Utsman bersilaturrahmi kpd Hb. Abu Bakar Assegaf dgn berjalan kaki dari Surabaya ke Gresik di tengah-tengah hujan lebat, ditambah petir dan angin yg berhembus kencang. Ketika Kyai Utsman sampai sdh larut malam dan dalam keadaan basah kuyub, sementara penjaga pintu mengatakan kalau Hb. Abu Bakar Assegaf sdh menunggu kedatangan beliau dgn penuh kegelisahan dan kekhawatiran.

Sebelumnya Kyai Utsman sdh mempunyai hubungan khusus dgn Hb. Ali b. Abdurrahman Al Habsyi Kwitang. Dikisahkan, Kyai Utsman memdapatkan futuh melalui Hb. Ali Al Habsyi. Pada suatu ketika menjelang wafatnya Hb. Ali Al Habsyi berkata kpd Kyai Utsman, “Kunci Quthub saya serahkan kepadamu wahai Syekh Utsman.”
Kyai Utsman juga dekat dgn Hb. Ali b. Husein Alatas Bungur. Hb. Ali Alatas pernah berkata, ” Wahai Syekh Utsman, engkau dari keluarga Nabi. Kekholifahan Syekh Abdul Qadir Jailani ada ditanganmu.”

Dan pada kesempatan lain Hb. Ali Alatas mengatakan, “Sungguh Syekh Utsman di Mahsyar nanti sangat dekat dgn Nabi Muhammad SAW. “Hb. Salim b. Ahmad b. Jindan pernah ditanya Hb. Ahmad b. Hamid Al Habsyi, “Apa yg menyebabkan para habaib begitu mencintai Kyai Utsman?” Hb. Salim pun menjawab, “Kyai Utsman termasuk keluarga Rasulullah saw, darahnya adalah darah saya ini dan darah habaib lainnya, maka ciumlah tangannya apabila kau bertemu dgnnya view it.”

Hb. Abdul Qadir b. Ahmad Bilfaqih pernah bermimpi berjumpa dgn Rasulullah saw yg sedang menemui dua orang lelaki dan Rasulullah saw bersabda kepada Hb. Abdul Qadir Bilfaqih, “Keluargaku banyak tersebar di tanah Jawa. Diantaranya adalah dua orang ini yaitu Romli dan Utsman.”

Muhammad Utsman Al Ishaqi wafat pada hari Minggu tanggal 5 Rabi’ul Akhir 1404 H/ 8 Januari 1984 M di Rumah Sakit Islam Surabaya dan dimakamkan di Pondok Sepuh Jatipurwo Surabaya. Sementara estafet kemursyidan dilanjutkan oleh putranya Al ‘Arifubillah Almaghfurlah KH. Ahmad Asrori Al Ishaqi.