Di suatu siang, 2 Jumadil Ats Tsani 1436 H, matahari mulai berada tepat diatas ubun-ubun. Seorang wanita paruh baya tengah menggandeng kedua anaknya menuju masjid, menanti adzan Dluhur berkumandang.
“Uma… Raya mau sandal yang bagus seperti itu!!” rengek Raya kepada ibundanya sambil menunjuk sandal yang dikenakan gadis kecil sebayanya.
“Adek ah.. minta yang baru terus!!” seru kakak Raya.
“Sandal yang uma belikan minggu kemarin mana nak?” tanya ibundanya merespon.
“Nggak mau, Raya maunya itu umaa!!” pinta Raya sekali lagi.
Ibunda Raya semakin gemas dengan tingkah manja anaknya. Mereka telah sampai di serambi masjid. Diajaklah Raya untuk duduk di atas pangkuannya, bersama sang kakak disampingnya.
“Beneran mau sandal yang itu?” tanya sang Ibunda menggoda.
“Iya Umaa…” ucapnya penuh semangat.
“Dengerin dulu, uma mau cerita. Raya kenal Fatimah Az Zahra??”
“mas tau uma….” jawab sang kakak
“Yang namanya Fatimah kan banyak uma, yang mana?” tanya Raya.
“Fatimah Az Zahra putri Rasulullah SAW”
Ibunda raya mulai bercerita. Fatimah Az Zahra adalah putri Nabi Muhammad SAW, maka dari itu Fatimah Az-Zahra dapat saja hidup dengan mudah dengan harta yang berlimpah. Namun beliau tidak berperilaku buruk yang demikian.
Karena kesederhanaan hidup Fatimah Az-Zahra adalah sesuatu yang dijaga, sebagai bentuk sikap istiqomah agar tidak mendewakan dunia, agar tidak terlalu mencintai dunia. Maka dari itu, Rasulullah pun ikut terjun langsung menjaga akhlak keluarga anaknya. Sama seperti Ibunda Raya yang mengajarkan kesederhanaan dan qona’ah pada buah hatinya.
Raya masih memasang wajah cemberut, enggan tersenyum sedikitpun. Ibundanya masih bersemangat melanjutkan ceritanya.
“nah, ketika itu Sayyidina Ali baru mendapat ghanimah”
“Apa itu Uma? nama snack ya?” ucap Raya dengan gesture polosnya. Sang kakakpun mencubit gemas pipi adiknya.
“Bukan sayang… Ghanimah itu harta rampasan perang nak..”
“Kemudian sayyidina Ali memberikan harta itu kepada Sayyidah Fatimah, yaitu dua gelang perak dan sebuah tirai” lanjutnya.
Ibunda Raya masih asyik bercerita.
Ketika itu, Rasulullah sedang bepergian. Salah satu kebiasaan Rasulullah ketika bepergian adalah selalu datang ke rumah Sayyidah Fatimah sebelum berangkat dan segera sesudah pulang. Maka ketika Beliau mengetahui kedua gelang perak di tangan putrinya saat pulang dari perjalanan, Rasulullah pun langsung beranjak pergi.
Sayyidah Fatimah pun memutuskan gelang itu, lalu melemparnya. Tidak lama kemudian lewatlah seorang pengemis. Rasulullahpun memberikan gelang Sayyidah Fatimah kepadanya. Sedangkan tirai dibagikan kepada orang-orang diantara mereka yang tidak berpakaian. Memang sangat menyakitkan bagi Rasulullah, melihat putrinya mengenakan perhiasan dunia, sementara masih banyak kaum muslim yang kekurangan di luar sana.
“Mulia sekali uma… Apakah Sayyidah Fatimah tidak bersedih?” raya mulai tertarik dengan kisah sang Ibunda.
“Tentu tidak Raya..”
“kok bisa uma?”
“Rasulullah SAW pernah bersabda: Allah mengasihi Fatimah. Sungguh ia akan memberinya pakaian surga karena tirai ini, dan akan memberinya perhiasan surga sebab kedua gelang ini”
“wah.. Raya juga mau mendapat apa yang dijanjikan Nabi untuk Sayyidah Fatimah, bisa nggak uma?”
“Tentu bisa, sayang.. jadi nggak minta sandal yang seperti itu?”
“Nggak ah.. Raya kan masih punya sandal, mending uangnya dimasukkan infaq masjid”
“Kesederhanaan hidup memberikan ketentraman dan kebahagiaan ketika kita mengarungi kehidupan”
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash R.A bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Sungguh berbahagialah orang yang masuk Agama Islam serta diberi rezeki cukup dan diberi sifat qana’ah -suka menerima- dengan apa-apa yang telah dikaruniakan oleh Allah.”
(Riwayat Muslim)